Miris hati melihat liarnya pena
Menulis entah berapa ratus kata
Tentang ibu negeri di tanah merdeka
Namun keadilan tak jua nampak di sana
image : Straitstimes.com
Sejak tanda tangan itu dituliskan
Oleh penguasa orde baru yang jadi kenangan zaman
Di atas kertas kontrak karya di masa silam
Mulailah penjajahan ekonomi mengangkangi kedaulatan
Muramnya hati sedihnya anak negeri
Menyaksikan ibu pertiwi menangis menjadi-jadi
Perutnya terus menerus diekploitasi hingga ke dasar bumi
Oh apalah jadinya jika pembiaran tak berhenti
Di abad milenia tumbuhlah tunas-tunas bangsa
Generasi berjiwa merdeka berbakti untuk negara
Tanpa rekam jejak suram terus menggeliat berjalan
Menengadahkan kepala meninggikan martabat bangsa
Aku tak peduli apa suku, ras dan agama mereka
Aku hanya tahu mereka mencintai Indonesia
Aku tak peduli apa latar belakang keluarga mereka
Aku hanya tahu hatinya untuk kejayaan nusantara
Jika dahulu bapak bangsa memerdekakan Papua
Dengan air mata, darah dan bahkan banyak nyawa
Kini Papua memanggil kembali jiwa-jiwa patriot
Untuk memartabatkan Papua dari cengkraman Freeport
Lupakan sementara pilkada yang baru saja selesai
Negeri ini butuh jiwa-jiwa pemberani sebagai perisai
Ayo berjuang mengembalikan kedaulatan bangsa
Di tanah Papua dari penjajah sumber daya
Mari satukan tekad merebut kembali kekayaan
Yang puluhan tahun dieksploitasi dengan keserakahan
Apakah kita rela tanah air yang kaya sumber daya
Dibedah habis-habisan dan kita tak pernah merasa berdaya
Satukan energi besar yang selama ini tersimpan
Kita bangsa besar bukan bangsa penikmat penderitaan
Buktikan kedaulatan negara dengan terus berjuang
Agar bangsa besar ini terbukti menjadi pemenang
Ayo lawan semua penindasan dan kerakusan
Dengan terus melawan segala ketidakadilan
Mari bebaskan penderitaan atas tanah Papua
Jangan biarkan Papua terus dirundung duka
Sajak Politik Syantrie Aliefya
No comments:
Post a Comment